Posts

Showing posts from October, 2010

ROH YANG MEMUJI

[Bahan Renungan: Mazmur 124:6-8] Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Kekristenan itu bukan slogan, sebab kekristenan itu adalah kemampuan manusia mewujudkan pesan-pesan Injil dalam kata dan tindakan mereka. Artinya kekristenan itu adalah manusia itu sendiri, yakni manusia yang sudah dipanggil dan diutus TUHAN untuk menghadirkan tanda-tanda damai sejahtera di dunia, melalui pelayanan nyata bagi sesama manusia. Kekristenan itu bukan roh yang mati, tetapi kekristenan itu ada dan hidup karena ROH KUDUS. Kekristenan itu berarti juga suatu kelepasan dari berbagai jerat, tantangan, godaan, cobaan, masalah, bukan secara pasif, tetapi melalui suatu usaha yang dibimbing oleh Roh Kudus. Sebab itu kekristenan itu berintikan pada relasi antarmanusia, relasi antariman. Menjadi kristen berarti berjumpa dengan semua orang dan berhadapan dengan semua masalah. Maka kalau orang kristen harus memuji TUHAN, karena mereka mengalami bahwa di dalam rupa-rupa jerat, tantangan, godaan, cobaan, dan masalah, mereka di

Si Miskin Berhikmat yang Dilupakan

[Pengkhotbah 9:13-18] Oleh. Elifas Tomix Maspaitella Sia-sia! Begitulah kesan umum orang membaca kitab Pengkhotbah. Tetapi apakah memang kitab ini ditulis untuk membuat kita menjadi pesimis? Ataukah ada pelajaran lain yang positif dari kitab ini, namun kita kurang mendalaminya, karena terjebak dengan kesan ‘sia-sia’ tadi? Mari membaca secara teliti kitab ini. Karena berbagai perumpamaan, seperti ‘menjaring angin’ tidak harus dipahami sebagai ajaran yang menanamkan rasa pesimisme di kalangan umat. Penulis kitab Pengkhotbah sebenarnya mau berkata begini: apalah artinya kita memiliki hikmat atau berkata kita orang beriman, jika kita selalu menjadi ragu-ragu atas segala sesuatu yang sudah kita lakukan atau kerjakan? Kita selalu mengaku percaya kepada Tuhan, tetapi selalu ragu-ragu pula dengan rencana dan maksud Tuhan dalam hidup kita. Ibarat kita tidak sepenuhnya menaruh percaya kepada Tuhan, dan percaya sekedar sebatas bibir, tidak disertai dengan hati. Di sinilah letak soalnya mengapa p